Jumat, 06 Januari 2012

MOVING UP PRINCIPLE: BENCILAH ORANG TUA MU

Copy dari note fb morris, adik share yang membawaku mengubah beberapa cara pikirku... 
gak ada yang aku ubah dari tulisannya, hanya akan aku tambahkan komentarku di akhir tulisannya


“Ha?? Membenci orang tua?? Ga salah ni judul?”


Tenang..ga salah kok judulnya dan teman-teman ga salah baca juga. Kontroversial kan? Hahaha.. jangan kaget..di tahun 2012 ini akan ada banyak hal yang kontroversial yang akan aku kerjakan dan keluarkan, dan itu dimulai dari notes ini.  :) 

Ini judul yang aku tulis dengan sadar, tanpa paksaan dan tanpa di bawah tekanan siapapun. Jangan teman-teman membayangkan aku sedang diculik seseorang, yang kecewa dan benci terhadap orang tuanya dan dia menodongkan senjata di kepalaku dan memaksa ku menuliskan notes dengan judul seperti itu..hehehe (*terlalu banyak nonton film action)

Atau mungkin juga ada yang berpikiran “wah..Morris udah sesat ni sekarang..” atau “ga benar ni pasti isi notesnya” Tenang-tenang. Melalui notes-notes ku di tahun 2012 ini, aku ingin mengajak teman-teman juga memiliki pola pikir yang berbeda dari tahun 2011 yang lalu. Aku ingin teman-teman juga ikut aktif dalam mempelajari prinsip-prinsip kehidupan ini. Aku juga ingin teman-teman memiliki open mind, di mana kita terbuka untuk sesuatu perubahan pola pikir, dogma, istilah dan banyak hal lainnya.

So, sebagai anak muda, kita harus bisa menelaah, mengkritisi, menganalisa setiap prinsip, setiap masukan, setiap pola pikir yang masuk dalam kehidupan kita, karena prinsip-prinsip itulah yang nantinya akan membawa kita ke jalan kesuksesan atau ke jalan kebinasaan.

Nah, Kali ini aku ingin melanjutkan seri notes ku yang mengambil tema “Moving Up Principle”. Kali ini kita akan belajar tentang suatu prinsip yang luar biasa. Suatu prinsip yang jarang dibicarakan, jarang di bahas, jarang kita dengar, namun ini telah menjadi permasalahan yang sangat mendasar di generasi kita.

Prinsip kali ini terinspirasi oleh seorang Guru yang hebat, Nabi yang luar biasa, seorang inspirator, seorang world changer, yang pernah hidup di bumi ini. Dia bernama Yesus. Well, kita semua pasti tahu tentang Dia, dan siapa Dia. Kali ini aku ingin mengambil salah satu prinsip yang terinspirasi dari suatu kejadian yang juga kontroversial pada jaman Yesus masih di bumi.

Nah, mari kita coba lihat suatu kalimat di dalam buku manual kita, yang menuliskan begini,

"Jikalau seseorang datang kepadaku dan IA TIDAK MEMBENCI ayahnya, ibunya, anak-anaknya, saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridku".

Nah..have you ever red that verse? Pernah teman-teman baca tentang ayat tersebut? Yesus adalah seseorang yang paling kontroversial di muka bumi ini. Tidak hanya Dia menembus batasan-batasan tradisi, keyakinan, pola pikir, dan dogma, namun juga Dia kontroversial karena perkataan yang perbuatan yang Dia lakukan. Kita akan membahas salah satu perkataannya yang kontroversial ini, yang menginspirasi ku menuliskan notes ini.

Nah, kalau kita membaca sepenggal ayat tersebut, maka kita akan menemukan bahwa Yesus adalah seorang yang plin-plan. Why? Di satu sisi Dia mengajarkan untuk menghormati orang tua, namun di sisi lain, Dia malah mengajarkan untuk membenci orang tua. Kalau kita membaca sepenggal ayat tersebut, maka kita bisa saja berpikiran bahwa Yesus tidak konsisten dengan ajaranNya. Di satu sisi Dia mengajarkan tentang kasih, namun di sisi lain, Dia malah mengajarkan untuk membenci orang tua dan saudara.

Well, apakah itu benar? Mari kita coba pelajari lebih dalam, tentang prinsip apa yang bisa kita ambil dari ayat ini. Ketika kita membaca kalimat tersebut, langsung fokus dan perhatian pertama kita tertuju pada kata “MEMBENCI”!! Kita langsung merasa bahwa ada yang salah dengan perkataan tersebut. Kita langsung berargumen panjang lebar tentang masalah “BENCI” tersebut. Nah, padahal, pokok permasalahannya bukanlah di kata “BENCI” nya, namun di kata “MURID”. Ini adalah sesuatu yang lepas dari pengamatan kita.

Ketika kita mendengar kata “MURID”, jangan pemikiran kita langsung tentang murid sekolahan, atau siswa SMA atau Mahasiswa Kuliahan. Kata Murid dalam konteks tersebut sangat berbeda dengan konteks murid pada zaman sekarang ini. Bahkan, kata Murid dalam konteks kaliamat tersebut bukanlah “STUDENT” melainkan “DISCIPLE”.

Nah, pada jaman dahulu, jabatan seorang Rabi, atau Guru adalah jabatan tertinggi dalam kehidupan masyarakat Yahudi. Guru melebihi seorang pengusaha kaya bahkan kaisar sekalipun. Guru kalau datang ke suatu pesta, pasti duduk di paling depan, dekat dengan para pembesar. Intinya guru atau pengajar itu sangat diagungkan, dan jaman dulu murid itu tidak seperti zaman sekarang yang sekolah pagi, pulang sore. Dulu menjadi murid itu adalah meninggalkan keluarganya untuk benar-benar hidup, makan, tidur, berjalan, duduk, bersama-sama dengan gurunya selama masa pembelajaran sampai dia lulus. Seorang murid juga adalah seorang yang tidak hanya menerima pandangan gurunya, tetapi dia juga mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-harinya ketika dia bersama dengan gurunya.

Pada zaman dulu juga, seorang muridlah yang mencari guru, dan tidak semua calon murid diterima oleh sang guru. Guru tersebut akan melakukan serangkaian tes untuk melihat apakah calon murid ini benar-benar layak untuk menjadi muridnya, mewarisi ajarannya. Namun ketika semua guru menunggu untuk di datangi murid, Yesus justru melakukan sebaliknya. Dia yang mencari murid dan memilih murid-murid dari golongan tidak terpelajar. Maka tidak heran ketika pada saat Yesus memanggil Simon Petrus menjadi muridNya, tanpa ba-bi-bu, dia langsung mengikut Yesus. Tanpa ngomong ama ortunya, tanpa ijin ama ortunya, tanpa konsultasi dulu, dengan segera dia langsung meninggalkan perahunya, jalanya, bahkan orang tuanya.

Di sini baru kita masuk pada pengertian kata “MEMBENCI” dalam konteks persitiwa ini.
Harus kita pahami bahwa kata “membenci” pada kalimat tersebut diterjemahkan dari kata μισει ‘misī’ yang punya makna leksikal “kurang peduli” atau “kurang mencintai”. Makna benci dalam kalimat tersebut bukanlah makna seperti yang kita kenal dalam keseharian, melainkan dalam makna relatif kurang mencintai atau relatif kurang peduli. Dengan mengerti makna ini, maka kita akan memahami dengan jelas alasan mengapa Yesus mengatakan hal tersebut. Kita juga jadi mengerti tindakan Simon Petrus meninggalkan keluarga dan orang tuanya demi mengikut Yesus. Apakah artinya Petrus anak yang durhaka? Apakah artinya dia tidak menghormati orang tuanya? Tidak.. Namun dia mengerti mana yang harus dia lebih prioritaskan.

Apa yang ditekankan dalam ayat tersebut kepada kita? Sederhana tapi juga vital, Yesus menekankan dalam hidup ini harus punya SKALA PRIORITAS, VISI yang jernih mengenai apa yang harus kita nomor satukan, dan apa yang boleh kita nomorduakan. Memiliki pemahaman yang benar mengenai apa yang SENTRAL, dan apa yang PERIFERAL, yang PRIMER dan yang SEKUNDER.

Nah, dari pemahaman ini, maka kita menarik suatu prinsip yang luar biasa bahwa terkadang ada sesuatu yang harus kita korbankan, kita tinggalkan untuk menuju kepada sesuatu yang lebih besar, lebih baik, lebih bernilai. Mengapa Yesus mengambil cth ttg ayah, ibu, keluarga, sanak saudara? Karena terkadang yang terdekat dengan kita, itulah yang menjadi “penghalang” kita untuk mengambil keputusan menuju yang lebih besar dan lebih baik. Orang terdekat kita adalah orang-orang yang paling sulit untuk kita lepaskan, kita tinggalkan untuk mengejar sesuatu yang lebih besar.

Biasanya, ini yang menjadi persoalan di anak muda jaman sekarang. Persoalan di masa sekarang adalah adanya gap yang cukup besar antara generasi muda dengan generasi tua. Generasi muda menganggap generasi tua tidak pernah mengerti mereka, sedangkan generasi tua menganggap generasi muda tidak mau lagi diatur oleh mereka. Masing-masing bersikeras dengan pendapat dan opininya masing-masing.

Aku akan mengambil beberapa contoh yang sering terjadi di saat ini dan juga hasil beberapa orang yang berkonsultasi dengan ku ttg masalah ini. Kita tahu bahwa setiap orang tua, pada dasarnya menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Bahkan setiap orang tua memiliki harapan, bayangan, mimpi bahkan visi tentang bagaimana anaknya kelak. Itu tidak salah, bahkan sangat wajar.

Sangat wajar hal tersebut dilakukan oleh orang tua kita, karena mereka sudah mendidik kita dari kecil, merawat kita, membesarkan kita, menyekolahkan kita. Wajar kalau mereka punya harapan dan impian tentang bagaimana kita nantinya. Namun yang menjadi masalah adalah ketika semua mimpi, bayangan, harapan yang dibangun orang tua tersebut, mulai dipaksakan kepada si anak. Bahkan ada banyak orang tua yang mulai memaksakan impiannya sendiri kepada anaknya.

Sebagai contoh, ada salah satu temanku yang sebenarnya tidak pingin kuliah di jurusan kedokteran. Namun karena bapaknya dulu pingin banget jadi dokter, namun gagal. Bapaknya tetap menyimpan impian itu dan bahkan menginginkan anaknyalah yang nantinya akan mewujudkan impian bapaknya tersebut. Padahal di sisi lain, sang anak punya impian lain.
Contoh lainnya adalah ada orang tua yang kekeh, dan sangat ingin anaknya untuk menjadi PNS. Bisa dimaklumi mengapa orang tuanya seperti itu. Mereka ingin masa depan dan kehidupan anaknya terjamin, masa depannya terjamin, dapet tunjangan-tunjangan, terus juga dapet pensiunan. Di sisi lain, sang anak tidak ingin menjadi PNS, dan ingin menjadi pengusaha. Dia tahu bahwa menjadi PNS bukanlah panggilannya. Dia tau bahwa jauh di dalam lubuk hatinya, PNS bukanlah jalannya. Namun ketika dia menyampaikan niatnya, orang tuanya langsung melarang dan tetap mau anaknya jadi PNS.

Contoh lain yang terjadi adalah seorang anak yang sangat ingin menjadi penyanyi profesional. Karena tuntutan orang tuanya, maka dia menyelesaikan S1 nya di jurusan ekonomi. Orang tuanya sangat ingin anaknya menjadi pekerja kantoran dan memiliki karier yang bagus, dapat gaji setiap bulannya, bisa dapet fasilitas kantor dll. Di sisi lain, sang anak tahu bahwa talentanya adalah bernyanyi. Sang anak mengetahui bahwa passion dan jiwanya adalah di nyanyian dan bukan sebagai pegawai kantoran.

Dia memiliki impian untuk menjadi penyanyi profesional, dan setiap kali dia ikut audisi, selalu menang. Namun ketika ia menyampaikan niatannya, mimpinya kepada orang tuanya, mereka menolaknya dan langsung mematahkan semangatnya dengan mengatakan tidak ada jaminan kesusksesan hanya dengan bernyanyi.

Ada banyak contoh-contoh kasus lainnya yang kita lihat disekeliling kita, bahkan mungkin kita alami sendiri. So, bagaimana solusinya? Kita harus seperti apa sebagai anak? Kalau kita melawan dan tetap kekeh dengan impian kita, kok sepertinya kita jadi anak durhaka yang tidak menghormati orang tua. Kok sepertinya kita tidak menghargai setiap pengorbanan mereka? Namun kalau kita menuruti impian mereka, kita tahu bahwa itu sama sekali bukan panggilan kita. Kita tahu bahwa hati kecil kita menolaknya. Apa yang harus kita lakukan?

Untuk menjawabnya, kita harus mengerti lebih dahulu bahwa kita dilahirkan di dunia ini bukanlah kebetulan. Kita dilahirkan untuk suatu tujuan, suatu misi yang harus kita kerjalan dan selesaikan. Kita tau bahwa pada dasarnya kita hadir di dunia sebagai problem solver bagi dunia ini. Kita harus memahami bahwa kita lahir karena ada suatu permasalahan spesifik yang harus kita dan hanya kita yang dapat menyelesaikannya. That’s why sangat penting untuk tahu apa yang menjadi tujuan hidup kita, panggilan kita, impian kita.

Setelah kita tahu, sangat mungkin tujuan tersebut, impian tersebut sangat jauh berbeda dengan apa yang diinginkan, diharapkan dan diimpikan oleh orang tua kita seperti contoh-contoh di atas.

Nah, di saat kondisi seperti inilah, kalimat Yesus tadi menjadi prinsip yang luar biasa untuk dapat kita terapkan. “MEMBENCI” orang tua kita.

Yesus mengatakan untuk “membenci” orang tua kita demi sesuatu yang Ilahi yang Tuhan tetapkan di dalam hidup kita. Dia mau kita rela meninggalkan sesuatu yang menghambat kita dalam memenuhi panggilan kita yang sudah Tuhan tetapkan dalam hidup kita. Dia ingin kita mengambil tindakan tegas, memilih antara mengasihi Tuhan, dengan cara memenuhi panggilannya di dalam kita atau kita lebih memilih orang tua kita yang memiliki mimpi berdasarkan impiannya sendiri dan tidak sesuai dengan apa yang telah Tuhan taruhkan di dalam kita.

Aku tidak mengatakan bahwa setiap impian orang tua yang bertentangan dengan impian kita itu salah. Aku juga tidak mengatakan bahwa kita harus langsung melawan orang tua kita. Bukan itu. Namun ketika kita tahu pasti, apa yang menjadi panggilan kita, tujuan kita, passion kita, impian kita, maka kita harus dengan tegas untuk memilih.

Beberapa waktu yang lalu, aku menonton film Billionaire, dan di film itupun org tuanya menentang dia untuk membuka usaha. Orang tuanya punya impian dia menyelesaikan sekolah dan kuliahnya dan bekerja kantoran seperti kakaknya. Namun dia punya mimpi besar, dia punya impian untuk jadi pengusaha dan bisa melunasi utang keluarganya yang sangat besar. So dia “melawan” nasehat dan “membenci” orang tuanya, dan akhirnya menjadi pengusaha muda yang kaya raya dan akhirnya bisa membantu orang tuanya melunasi hutangnya yang sangat besar itu. So, apakah anak tersebut adalah anak durhaka? Apakah anak tersebut tidak menghormati dan tidak mengasihi orang tuanya?

Beberapa bulan lalu aku juga menyaksikan sebuah kesaksian seorang pengusaha laundry yang menghasilkan omset 1 milliar per bulan hanya dari bisnis laundrynya yang tersebar di seluruh Indonesia. Dia mengisahkan bahwa pada awalnya orang tuanya menentang habis-habisan niatnya untuk menjadi pengusaha. Orang tuanya ingin dia jadi PNS. Bahkan dia lulus di terima menjadi PNS di suatu departemen pemerintahan. Namun yang dia lakukan adalah tidak datang untuk mengurus kelulusannya, dan memilih untuk “melawan” & “membenci” orang tuanya, dan tetap memilih menjadi pengusaha, dan akhirnya sukses dan bisa membantu perekonomian keluarganya. So, apakah dia adalah anak yang durhaka? Apakah dia adalah anak yang tidak menghormati orang tuanya? Coba bayangkan seandainya dia tidak mengambil langkah untuk “melawan” orang tuanya dan tidak memperjuangkan impian dan juga visinya.

Ini yang disebut dengan “membenci” dan memilih untuk mengambil sesuatu yang lebih tinggi, sesuatu yang lebih baik, sesuatu yang Ilahi. Masing-masing kita, Tuhan taruhkan visi, impian, passion yang berbeda-beda. Masing-masing kita ditaruhkan talenta yang berbeda-beda. Temukan itu dan perjuangkan.

“Membenci” artinya kita memprioritaskan tujuan yang sudah Tuhan taruhkan dalam hidup kita dibanding keluarga kita.
“Membenci” artinya kita mengorbankan opini, pendapat, impian orang-orang terdekat kita untuk menjalani sesuatu yang lebih tinggi, sesuatu yang lebih baik.
“Membenci” artinya memperjuangkan setiap visi dan impian yang Tuhan taruhkan di dalam kita untuk kita realisasikan.

Tentunya tidak kita langsung marah-marah dengan orang tua kita dan kabur dari rumah, dll. Tentunya kita tidak dengan kasar bilang bahwa impian mereka salah. So, harus gmn? Ada beberapa tips singkat yang bisa aku berikan..

Pertama-tama sampaikan dengan baik-baik impian kita, sampaikan dengan baik-baik visi kita
Kedua, kalau mungkin bertentangan dengan keinginan orang tua, coba cari tau mengapa mereka memiliki impian seperti itu. Apa alasan mereka. Coba pahami mereka.
Ketiga, ketika kalian sudh menemukan alasannya, coba kemukakan alasan kalian mengapa kalian memilih jalan yang berbeda dari yang diinginkan orang tua. Cari penyelesaiannya.
Keempat, jika mereka tetep kekeh dengan pendirian mereka, dan di sisi laian kalian sangat yakin akan panggilan kalian dan siap dengan resikonya, maka itu adalah saat yang tepat untuk “membenci” orang tua kalian dan tetap mengambil langkah yang kalian tuju. Namun tetap bersikap hormat dan menghargai orang tua kita.

Tentunya memang tidak semudah yang dituliskan, namun itu yang aku juga lakukan. Aku sudah mengalaminya dan berhasil mewujudkan impian yang Tuhan taruhkan dalam hidupku. Oleh karena itu, aku juga ingin teman-teman yang mengalami hal yang sama juga menemukan jalan keluar.

Oleh karena itu, di bulan Juli 2012 nanti, aku akan mengadakan seminar khusus tentang bagaimana mengatasi gap ini. Seminar ini akan diisi oleh aku sendiri dan para pakar di bidangnya yang akan membantu teman-teman menemukan jalan keluarnya. So, nantikan dan doakan ya.. :)

Aku ingin teman-teman bisa menemukan cara bagaimana mengatasi gap ini. Aku ingin kalian tetap menjalani impian Ilahi yang Tuhan taruhkan dalam hidup kalian tanpa harus bermusuhan dengan orang tua kalian.

Untuk para orang tua, aku mewakili anak muda, ingin memberikan suatu pandangan bahwa kami juga memiliki impian, kami juga memiliki passion yang Tuhan taruhkan dalam hidup dan hati kami. Ketika kami mengikuti impian orang tua yang kami tahu bertentangan dengan hati kecil kami, passion kami, kami tetap akan diberkati Tuhan, namun kami tidak mencapi tujuan kami di dalam hidup. Kami tidak menjalani hidup kami dengan maksimal. Kami “gagal” menyelesaikan tugas yang Tuhan taruhkan.

Bukanlah alangkah indahnya, ketika kami menjalani impian Ilahi kami, ketika kami menempuh visi kami, passion kami, kami juga mendapat restu dan berkat dari para orang tua. Bantulah kami mengarahkan, menemukan, mendalami dan menjalani setiap impian yang Tuhan taruhkan dalam hidup kami, dan bukan memaksakan impian yang sudah disediakan oleh para orang tua kepada kami.  

Aku harap sedikit dari apa yang aku bagikan ini memberkati teman-teman. Memberikn encourage dan juga memotivasi teman-teman. Mengubah pola pikir teman-teman.

by
Strongeagle
“See you at the finish line..!”

PS: Jika kalian merasa di berkati dan mau meng-copy paste notes ini, silahkan2 saja, tp tolong di tulis siapa penulisnya, (Strongegale "morris" Generation) dan tolong aku di tag juga di notes kalian itu, sehingga aku bisa tau reaksi org2 sebagai bahan masukan buat ku.. Dan jika ada pertanyaan, silahkan lgsg di comment atau di message ke fb ku..
GBU

Seperti komentar aku ke Morris saat pertama kali note ini di share padaku... Menggebrak batas-batas yang ada... well, satu kisah yang jarang aku share yaitu saat pertama kali aku selesai menjadi dokter... berada pada keinginan sendiri dengan idealisme seorang dokter muda yang ingin mengabdikan ilmunya berhadapan dengan rancangan orang tua terhadap anak yang dibanggakan mereka... aku ingin menjalani masa PTT sedangkan orang tuaku menginginkan untuk tes CPNS dosen... aku gak ingin dicap pembangkang selesai sekolah dan mengecewakan orang tuaku, disisi lain aku ingin mewujudkan apa yang aku impikan sejak masa sekolahku... aku menyetujui keinginan mereka untuk tes CPNS tapi aku pegang backup dengan curhat sama Bapa, kalau memang bukan disana jalanku biar Bapa yang bertindak... terlihat mengalah tapi berharap untuk sebuah kemenangan... dan kalau melihat perjalananku saat ini, 5 tahun sesudahnya, kalian bisa tahu apa yang terjadi... Bapa membawaku melihat daerah-daerah baru... Bapa membawaku berpetualang dengan jiwa idealisku... 
Ketika Kesempatan bertemu Perkenanan... with VSO United Kingdom

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar